BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »
"The best teacher teaches from the heart not from the book"





Thursday, March 18, 2010

Mencari Khusyu' Semasa Solat (1)

Firman Allah SWT yang bermaksud;

“Jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”
(Al-Baqarah:45)

Rasulullah (SAW) pula pernah bersabda;
“Pusat kebahagiaanku terletak dalam solat.” (HR Muslim)

Berapakah solat kita yang lebih teruk daripada orang-orang yang sedang mabuk? Kita tidak mengerti dengan sedar apa yang kita ucapkan ketika solat. Berapakah solat kita yang lalai? Kita terlupa bilangan rakaat dan tertinggal bacaan tertentu. Apakah kita merasakan solat itu berat, susah dan menjadi beban bagi kita? Apakah kita merasakan penat sesudah solat kerana semasa solat tadi kita telah menjelajahi dunia atau kita sedang menyelesaikan masalah penting atau mungkin juga fikiran kita sedang merancang sesuatu untuk dilaksanakan dan macam-macam lagi. Dengan kata lain, konsentrasi kita kepada solat hilang. Kita seolah-olah tidak sedar bahawa kita sedang berdiri di hadapan Allah SWT.

Abdullah ibn Mas’ud r.a. berkata’ “Tatkala turun ayat (yang bermaksud);
‘Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?” (Al-Hadid:16)

Ketika itu baru empat tahun kami masuk Islam. Namun Allah telah menegur kami dalam hal kekhusyukan solat. Kami pun kemudian keluar untuk saling menegur dengan mengatakan, “Sudahkah kalian mendengar Allah telah berfirman,’Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?’. Salah seorang lelaki sempat terjatuh akibat menangis atas teguran Allah terhadap diri kami ini.“

Apakah kita juga dapat merasakan, meskipun sekali, bahawa Allah SWT telah menegur kita dengan ayat di atas? Belum datang jugakah waktunya bagi kita untuk meraih kekhusyukan dalam solat? apakah masih belum terkesan di hati kita dengan teguran Allah itu?

Di mana hati kita?

Imam Abu Hamid Al-Ghazali (rahimallahu ‘alaih) berkata, “Carilah hatimu di tiga tempat: pertama, ketika membaca al-Quran; kedua, ketika solat dan ketiga, ketika mengingat kematian. Jika di tiga tempat tersebut engkau belum menemukan hatimu,maka mohonlah kepada Allah untuk memberimu hati, sebab engkau tidak sedang memilikinya!”

Di manakah kita berada?

Dalam pengantar buku Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim rahimallahu’alaih mengatakan bahawa terdapat lima tingkatan manusia ketika solat.

Tingkat pertama: Orang-orang yang tidak menjaga waktu solat. Tidak menjaga wudhu, tidak tahu rukun-rukun solat yang zahir serta kekhusyukan. Orang seperti ini akan mendapat hukuman atas solatnya sebagaimana disepakati oleh semua ulama.

Tingkat kedua: Orang yang menjaga waktu solat, menjaga wudhu dan juga rukun-rukun solat namun ia melalikan kekhusyukan. Orang seperti ini akan dihisab solatnya dengan keras. (Bukankah kita juga mungkin berada dalam tingkat ini?)

Tingkat ketiga: Orang-orang yang menjaga waktu solat, menjaga wudhu dan juga rukun-rukun solat yang zahir.Ia nampak berjuang gigih melawan syaitan. Di awal-awal dia khusyu’ kemudian syaitan berjaya mencuri perhatiannya. Dia kembali melawan dan kemudian seterusnya silih berganti.Orang seperti ini akan tertutup kekurangannya.

Tingkat keempat: Orang-orang yang menjaga waktu solat, menjaga wudhu, menjaga rukun-rukun solat dan melaksanakan solat dengan khusyu’. Dia menang melawan syaitan. Orang ini akan mendapat pahala penuh.

Tingkat kelima: Orang yang menjaga penuh waktu solat, wudhu, rukun-rukun dan kekhusyukan. Orang ini juga menanggalkan hati dan menyerahkan sepenuh jiwa kepada Allah SWT. Orang ini tidak lagi berada di dunia. Ia ada bersama Allah. Dia tidak lagi terkait dengan ikatan-ikatan dunia. Orang seperti ini adalah orang istimewa yang dekat dengan Rabbnya.

Di tingkat manakah aku berada?
Ya Allah. Sesungguhnya akulah yang butuhkan peringatan ini. Engkau kembalikanlah aku kepada fitrahku yang sebenar dan Engkau teguhkankanlah hatiku ini di atas jalanMu yang lurus. Amin.


Perkongsian ini dipetik dan diolah daripada buku Ibadah Sepenuh Hati (judul asli: ‘Ibadatul Mukmin) oleh Amru Khalid. Aqwam, Solo.

Tuesday, February 2, 2010

The Upper Hand (1): The little boy who gave


Every Friday afternoon, after the Friday prayer, the imam and his 11 years old son would go out into their town to handout "Path to Paradise" and other Islamic literature. On one particular Friday afternoon, the boy said,
"OK dad, I'm ready!".
'Ready for what?'
"It's time we go out and distribute the booklets."
'It's cold and raining outside, son'
" But aren't people still going to hell even though it's raining?"
'Son, I'm not going in this weather.'
"Dad, can I go please?"
'Son, you can go. Be careful.'
The boy walked the streets of the town, going from door to door, handing a booklet to everyone he met. After two hours of walking in the rain, he reached the corner of the street and was left with the last booklet. Finding no one to give the booklet, he came to a house and rang the door bell. Nobody answered. He rang over and over again. Yet nobody answered. he waited a while but still nobody answered, As he was leaving the house, something stopped him and he turned back. Again, he rang the door bell and knocked loudly o the door. He waited and rang again. This time the door slowly opened.
A very sad elderly lady asked: 'What can I do for you son?'
The boy said, " Maam, I'm sorry if I disturbed you. I just want you to know that Allah really loves and care for you. I came to give you my last booklet."
The lady took the booklet and said: 'Thank you son. May God bless you.' With that, the boy left the house.
The following week, after the Friday prayer, the imam gave a lecture. Before ending his talk, he asked: 'Does anyone has any question?'
In the back row among the ladies, an elderly lady's voice was heard over the speaker.
'No one in this gathering knows me. I've never been here before, Before last Friday I was not a Muslim. My husband died a few years ago and I was alone.
Last Friday, on a particular cold and rainy day, I was contemplating suicide. I already had a rope around my neck and as I was about to leap off the chair, a loud ringing on the door downstairs startled me. I thought I'll wait a minute and whoever that was would go away. But the ringing kept coming and the person ringing started knocking as well. I hought: 'Who could that be? Nobody has ever ring my bell or come to see me.'
'I loosened the rope and came down to the door. I couldn't believe my eyes for there on my porch was the most radiant and angelic looking boy I've seen in my life. His smile, oh, I could never descibe it to you. The word that came out from his mouth caused my heart that had long been dead LEAP into life again. He gave me this booklet " Path to Paradise" thay I now hold in my hand. As the little angel disappeared into the cold and rain, I closed the door and read every word in the booklet. I am now a haapy vicegerent of the ONE true GOD. As the address of the congregation was at the back of this booklet, I came to say thank you to God's little angel who in the nick of time, save my soul from the eternity in hell.'
There was not a dry eye in the mosque. The shouts of Takbir filled the air. The imam descended from the pulpit and approched the front row where the little angel was seated. He hugged him and sob uncontrollably.
May Allah blessed those hearts that were touched after reading this article and acted upon it. Ameen.