Pagi ini ditakdir Allah SWT kesempatan mendapat ilmu yang cukup bermakna dalam hidup saya. Aneh dan syukur dengan nikmat Allah SW, setelah hampir 52 tahun hidup baru pagi ini saya tahu apa makna Ramadhan. Tahun demi tahun berpuasa tak pernah pula saya terfikir untuk bertanya akan erti Ramadhan. Alhamdulillah, apabila saya membaca Republika online lepas subuh tadi, ada satu artikel yang cukup menyentuh hati saya. Izinkan saya memaparkan di sini sedutan menarik artikel berkenaan (oleh Ustadz Muhammad Ariffin Ilham) yang telah diedit ke dalam Bahasa Malaysia :
Ramadhan secara bahasa berasal dari kata ramidha, yarmadhu, ramadhan yang bererti terik, sangat panas, atau terbakar (pembakaran). Jika pengertian ini dipegang, maka Ramadhan dapat diertikan sebagai pembakaran, peleburan, atau penghapusan sesuatu.
Apabila sesuatu itu dibakar, boleh berlaku dua kemungkinan. Pertama, yang dibakar biasanya adalah sesuatu yang kotor; seperti sampah yang berserakan di laman rumah, yang setelah dikumpulkan lalu dibakar. Biasanya, setelah itu laman rumah menjadi bersih. Atau kemungkinan kedua, sesuatu yang dibakar biasanya benda seperti besi. Apabila besi dilebur, melaui proses pembakaran, besi kemudian memuai dan setelah itu mudah si tukang besi membentuk dan menciptakan apa pun sesuai seleranya seperti pisau, keris, pedang, atau yang lainnya.
Jadi, Ramadhan dengan erti pembakaran, bererti yang kotor-kotor dalam diri kita harus dibakar. Hidup kita kotor karena dosa dan kemaksiatan yang tumpuk-menumpuk. Pelantar kehidupan pula dipenuhi oleh sampah-sampah kesalahan yang berserakan sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan dalam hidup. Ramadhan datang, bererti kesempatan terbesar buat kita untuk membakar semua bentuk kesalahan dan dosa sehingga kehidupan menjadi bersih dan nyaman kembali. Bahkan, dari proses pembakaran pada Ramadhan ini akhirnya membentuk dan menciptakan diri kita sesuai dengan selera kebaikan, iaitu insan yang bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 183).
Oleh yang demikian, Ramadhan terbaik adalah Ramadhan yang mampu memuasakan diri tidak sekadar menahan lapar, haus, dan berahi, tapi memuasakan segala sesuatu demi satu hal, iaitu lahir dan terbentuk manusia yang bertakwa. Justeru kita pindahkan dari puasa "kebiasaan" menuju puasa yang hakiki.
Puasa "kebiasaan" adalah puasa seperti mana yang dijelaskan dalam buku-buku feqah: asal tidak membatalkan puasa (seperti makan minum atau berhubungan suami isteri pada siang hari). Memang tidak makan dan minum pada siang hari. Juga tidak tidur dengan suami atau isteri pada jam-jam setelah imsak hingga Maghrib, tapi perbuatan-perbuatan yang melanggar norma dan kaedah kepatutan agama tidak diendahkan. Perbuatan-perbuatan, seperti rafats (berkata cabul atau porno), fusuq (fasiq seperti berkata atau bersumpah tidak sesuai fakta), dan jidal (mencaci maki, memfitnah, dan mengumpat atau bergosip) sama sekali tidak dipuasakan.
Dalam hal itulah, Rasulullah SAW memberikan peringatan terhadap umat Muslim. "Banyak orang yang puasa, mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus." (HR Bukhari). Lebih tegas, Rasul SAW menyebutkan bahwa Allah sama sekali tidak berhajat lagi kepada usaha menahan rasa lapar dan haus seseorang, bila dia tidak meninggalkan perkataan bohong, perbuatan nista, dan tindakan kejahilan. (HR Muslim).
Oleh itu, Ramadhan adalah saatnya kita membakar semua dosa dan maksiat kita dengan berpuasa yang benar seperti mana tuntunan syariat Allah SWT dan Rasulullah SAW. Semoga kita mampu memaknai Ramadhan tahun ini dengan benar. Sebagaimana bijih emas yang dilebur, akhirnya menjadi emas tulen yang bersinar-sinar.
Selamat menjalani ibadah puasa.
0 comments:
Post a Comment